Memiliki kemewahan hidup menjadi sebuah impian bagi banyak orang. Lain halnya dengan Margaretha Manhitu.
Seorang petani yang menjajakan hasil panennya di pasar ini memiliki banyak anak sukses.
Putra sulungnya seorang Bupati di Timor Tengah Utara (TTU), NTT bernama Raymundus Sau Fernandes.
Sekian kali diajak ke rumah mewah dan nyaman, Margaretha selalu menolak dan memilih bertahan di desa.
Ingin tahu kisah Margaretha Manhitu yang tolak kemewahan, meski anaknya jadi Bupati dua periode? Simak informasi berikut ini.
Tolak Kemewahan dari AnaknyaMargaretha Manhitu bersama suami tercinta, Yakobus Manue Fernandez masih tinggal di rumah sederhana di Desa Bijeli, Kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU, NTT.
Keduanya begitu menikmati kehidupan bertaninya meski sudah renta.
Baik dari mengurus ternak, hingga mengurus perkebunan dilakoninya sendiri.
Menggendong hasil panen ke arah jalan raya besar, Margaretha naik angkot menuju pasar untuk menjual sayur-sayuran.
Seluruh anaknya telah sukses, termasuk anak pertamanya yang berhasil menjabat sebagai bupati selama dua periode.
Meskipun begitu, tak pernah terlintas di benak Margaretha untuk menumpang hidup. Dia berpikir bahwa orang tua masih bertanggung jawab mengurus anak-anak.
Jualan Sayur di PasarSemua hasil perkebunan, seperti beras, jagung, dan sayur dijajakan sendiri oleh Margaretha di pasar.
Sedangkan suaminya fokus mengurus ternak. Meski sekarang tinggal bersama seorang anak dan menantu, keduanya tetap ingin mandiri seperti biasanya.
Hasil panen padinya pun mereka tumbuk sendiri, bukan di bawa ke penggilingan. Setiap hasil jual ternak, langsung dibagi lima, untuk Margaretha dan keempat anaknya.
Prinsip keduanya, bahwa semua hasil orang tua merupakan milik anak-anak.
Perjuangan Margaretha dan SuamiMenurut pengakuan sang anak, Margaretha dan Yakobus sudah terbiasa hanya tidur malam selama dua hingga tiga jam saja.
Selebihnya untuk bekerja di ladang. Berprinsip bahwa bekerja tidak boleh berhenti, kecuali untuk istirahat dan makan.
Margaretha memiliki delapan buah hati, namun empat anak awalnya meninggal semua pada usia sekitar 3 atau 4 bulan.
Kala itu hidup masih susah, sehingga tidak mampu hidup berkecukupan. Perjuangannya selama ini telah membuahkan hasil mengagumkan.
Tidak Butuh dengan KemewahanMargaretha beberapa kali diajak ke rumah mewah Raymundus. Namun saat ditinggal bertugas sebentar, tiba-tiba sudah tidak ada.
Margaretha dan suami pulang lagi ke desa mengendarai ojek tanpa berpamitan.
Terkadang hanya menginap dua atau tiga malam saja, saat anak dan cucunya tengah sakit. Kalau tinggal selamanya, tidak pernah mau.
Mereka merasa bahwa anak dan orang tua telah memiliki kehidupan masing-masing.
Margaretha tidak mau bergantung pada kemewahan yang digapai oleh setiap anaknya.
Dia selalu berpesan pada Raymundus untuk selalu bekerja demi rakyat dan menjaga nama baik keluarga.
Masih Memberi Uang Saku Semua AnakSetiap pendapatan hasil berjualan di pasar dan ternak dari Yakobus, pasti langsung dibagikan pada setiap anaknya.
Seusai panen padi dan ditumbuk pun, Margaretha akan mengirim beras pada keempat anaknya setiap satu sekali.
Dia berpesan pada Raymundus untuk fokus dengan pekerjaan dan keluarga saja. Jika anak-anaknya memberi uang pada Margaretha, malah sering menerima teguran.
Semua anaknya bisa dimarahi. Dia masih ingin menafkahi dan bertanggung jawab.
Pelajaran Berharga Bagi Setiap AnakSikap Margaretha dan Yakobus begitu menginspirasi. Meski anak sudah dewasa dan sukses, keduanya masih memberikan cinta yang luar biasa.
Nasihat orang tua yang masih selalu dibawa dan terkenang oleh Raymundus, bahwa hidup butuh kerja keras, jujur, dan tidak mengambil hak orang lain.
“Pelajaran hidup bagi kami, anak dan cucu. Paling pertama kerja keras, yang kedua menanamkan kejujuran, pakai dari keringat sendiri, dan jangan mengambil yang bukan hak,” ujar Raymundus dalam wawancara bersama Deddy Corbuzier.
Sumber: merdeka.com
No comments:
Post a Comment